Disposisi paham HAM 1965: Tirani Demokrasi atau Momok Demokrasi?

- Sabtu, 14 Januari 2023 | 06:31 WIB
Mahasisw Disposisi paham HAM 1965: Tirani Demokrasi atau Momok Demokrasi?  Oleh, Mario Gonzaga Afeanpah Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira/ Dokpri for OKenusra
Mahasisw Disposisi paham HAM 1965: Tirani Demokrasi atau Momok Demokrasi? Oleh, Mario Gonzaga Afeanpah Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira/ Dokpri for OKenusra

Oleh, Mario Gonzaga Afeanpah Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira


OKe NUSRA - Dasar terdini manusia Indonesia mengenai satu padu dalam kebinekaan diungkapkan dalam tekad para pemuda ketika Konggres Pemuda 1928: menyamai asas yang menjiwai Pembukaan UUD 1945.

Untuk menegaskan maksud tersebut, kepemimpinan demokrasi menjadi dasar hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Bertolak dari para ahli politik, demokrasi mengacu pada pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat, baik secara langsung atau tidak langsung atau representatif.

Baca Juga: Arif Rachman Arifin Diminta Sang Ayah Untuk Tidak Takut Melawan Ferdy Sambo

Baca Juga: Gubernur Lukas Enembe Ditangkap, Pangdam XVII/Cenderawasih Akui Papua Memanas, Ini Solusinya

Dengan tujuan menghindari adanya kekuasaan mutlak yang dipegang oleh satu orang saja. Tragedi Pelanggaran HAM 1965, demokrasi masih menjadi bayang model kepemimpinan.

Kekuasaan masih terletak pada tangan sang penguasa, sehingga latar belakang pemikirannya sangat mempengaruhi segala ketertindasan rakyat saat itu.

Agama, dan budaya, menjadi taruhan untuk tetap berdiri dan bergaung. Tidak salah bila pelanggaran HAM sangat terbengkalai.

 

Obama, Trump, Merkel, Gabriel, Assad, Hollande, Djokowidodo, dan Dutarte adalah sembilan dari puluhan tokoh pemerintahan di awal millennium ketiga, yang dihadapkan dengan tantangan untuk memenuhi hak-hak asasi manusia dalam pemerintahannya dengan konteks yang berbeda-beda.

Orang dapat membicarakan hak asasi manusia dengan memperhatikan distingsi antara ketentuan keagamaan tertentu dan dasar kemanusiaan dari kesetaraan segala manusia, dari agama apa pun.

Sebab hak asasi manusia justru menyentuh inti, yang secara hakiki menjadi bagian kemanusiaan, melampaui segala pengecualian bahkan agama.

Kita tahu bahwa dokumen hak asasi manusia dimaklumkan secara resmi sebagai ungkapan hasrat persatuan seluruh bangsa manusia pada tanggal 10 Desember 1948.

Salah satu latar belakangnya adalah pengalaman Perang Dunia ke-II, ketika ada seorang pemimipin negara beranggapan bahwa rasnya medominasi ras lain, yang sesungguhnya juga menyangkut agama.

Halaman:

Editor: Johanes Siki

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Makna Tradisi Pemali Masyarakat Timor Dawan

Kamis, 27 April 2023 | 15:17 WIB

Pemilihan Serentak: Ajang Testimoni Demokrasi?

Rabu, 15 Februari 2023 | 12:50 WIB

Kesabaran Senjata Melumpuhkan Setiap Masalah

Senin, 23 Januari 2023 | 15:27 WIB

Menggugah Kesadaran Politik Masyarakat

Selasa, 17 Januari 2023 | 10:20 WIB

MENJADI GARAM BAGI DUNIA DAN MASYARAKAT

Senin, 9 Januari 2023 | 16:56 WIB

Makna Dibalik Menjadi Terang Bagi Sesama

Selasa, 13 Desember 2022 | 20:49 WIB

Literasi Adalah Jalan Emas Anak-anak Papua

Jumat, 25 November 2022 | 05:16 WIB

TOP...! Mengagumkan! Mengesankan

Kamis, 17 November 2022 | 14:14 WIB
X